Sabtu, 01 Januari 2011

persediaan barang


BAB I PENDAHULUAN

Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan. Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem yaitu: Sistem Periodik dan Sistem Perpetual.
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca.

BAB II PEMBAHASAN



A. PENGERTIAN PERSEDIAAN DAN CARA PENCATATAN


Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.

Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.

Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi
Sistem Periodik
Sistem Perpetual

1

Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000

Pembelian Hutang

10.000


10.000

Persediaan Brg Dag
     Hutang


10.000



10.000














2.
Retur pembelian Rp 500
Hutang Retur Pembelian
500
500
Hutang Persediaan Brg Dag
500
500

3.
Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500
Piutang/Kas Penjualan
4.000
4.000
Piutang/Kas Penjualan HPP Persediaan Brg Dag
4.000 1.500
4.000 1.500
4.
Pada akhir tahun
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan
Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
Ikhtisar L/R Persediaan B.D. Persediaan B.D Ikhtisar L/R
150 200
150 200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.















B. MENENTUKAN NILAI DARI PERSEDIAAN AKHIR

Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang. Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
                                                     
Januari 1 Persediaan 200 unit @ Rp10 = Rp 2.000
           12 Pembelian 400 unit @ Rp12 = Rp 4.800
           26 Pembelian 300 unit @ Rp11 = Rp 3.300
           30 Pembelian 100 unit @ Rp13 = Rp 1.300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:
a. Persediaan per 31 Januari 2006.
b. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.

Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:

a. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.

b. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
c. Everage, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.

Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.

a. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik

1) FIFO





2) LIFO



3). Metode Rata-rata Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:











b. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual

Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.




C. MENAKSIR NILAI PERSEDIAAN

Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis. Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.






   1. Metode Harga Eceran
                   




  2. Metode Laba Kotor

Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:

Persediaan 1 Januari 2005 Rp 100.000 Pembelian Januari 2005 Rp 1.200.000 Barang tersedia untuk dijual Rp 1.300.000 Penjualan Rp 900.000 Laba Kotor (20% x Rp 900.000) Rp 180.000 Harga pokok barang yang dijual Rp 720.000 Persediaan akhir Rp 580.000




           










D. MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA
                                                                        
Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost Rp 1.000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah Rp 900, maka yang disajikan di neraca adalah Rp 900. Jika harga pasar barang tersebut adalah Rp 1.100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu Rp 1.000.












BAB III KESIMPULAN

      Dalam perhitungan Rugi/Laba nilai persediaan (awal & akhir) mempengaruhi besarnya Harga Pokok Penjualan (HPP).
HPP = PERSEDIAAN AWAL+PEMBELIAN BERSIH– PERSEDIAAN AKHIR
Untuk mencatat taransaksi-transaksi yang mempengaruhi nilai persediaan, terdapat 2 metode sebagai berikut :
1. Metode Pisik/Periodik (Periodik/Phisical Inventory System)
Dalam metode ini pencatatan persediaan hanya dilakukan pada akhir periode akuntansi melalui ayat jurnal penyesuaian. Transaksi yang mempengaruhi persediaan, dicatat masing-masing dalam perkiraan tersendiri sebagai berikut: Pembelian , Retur pembelian , Penjualan  dan Retur penjualan.
PERIODE AWAL
Perobahan persediaan   (Harga Pokok)
999,999.99

Persediaan

999,999.99
 
PEMBELIAN
Pembelian (Harga Pokok)
999,999.99

Ppn
999,999.99

Utang / Kas

999,999.99
  
PENJUALAN
Piutang/ Kas /Bank
999,999.99

Penjualan

999,999.99
Ppn

999,999.99

AKHIR PERIODE
Persediaan
999,999.99

Perubahan Persediaan (Harga Pokok)

999,999.99

Untuk mendapatkan nilai persediaan secara periodik dilakukan perhitungan fisik (Stock Opname).
Metode ini sudah mulai ditinggalkan karena secara jelas tidak mendukung integrasi system dimana, sepanjang peridode akuntansi berjalan tidak tersedia data mengenai  posisi persediaan. Hal ini menyebabkan data bagian akuntansi kurang mendukung  operasional. Laporan neraca  dan rugilaba tidak akan dapat dibuat sebelum nilai persediaan diketahui.
2.     Metode Perpetual  (Continual Inventory System)
Dalam metode ini pencatatan persediaan dilakukan setiap terjadi transaksi yang mempengaruhi persediaan. Saldo perkiraan persediaan akan menunjukan saldo persediaan yang sebenarnya. Dengan demikian pada saat penyusunan laporan keuangan tidak diperlukan ayat jurnal penyesuaian. Pencatatan transaksi kedalam perkiraan persediaan, adalah berdasarkan harga pokok produksi, baik transaksi pembelian maupun penjualan. Metode ini akan menampilkan dapat menyediakan laporan neraca setiap saat baik  untuk di print_out maupun secara visual.












DAFTAR PUSTAKA

kppn-tanjungredeb.net/dl/...(72)/bab9-persediaan_barang_dagangan.pdf




kas

KAS DAN INVESTASI JANGKA PENDEK

A. PENGERTIAN KAS

Kas adalah harta yang dapat digunakan untuk membayar kegiatan operasional perusahaan atau dapat digunakan untuk membayar kewajiban saat ini. Wujud dari kas dpat berupa uang kertas/logam, simpanan bank yang sewaktu-waktu dapat ditarik, dana kas kecil, cek, bilyet giro, dsb. Item yang tidak dapat dikatakan kas adalah cek mundur, cek yang tidak cukup dananya/not sufficient fund (NSF) check, saldo dana yang kegunaannya dibatasi, saldo rekening koran yang diblokir.

B. REKONSILIASI SALDO KAS

Untuk pengendalian, kas dapat disimpan di bank dalam bentuk simpanan giro. Jika hal ini terjadi maka masing-masing pihak yaitu perusahaan (nasabah) dan bank akan melakukan pencatatan atas saldo dan perubahan dari saldo kas tersebut. Perusahaan melakukan pencatatan atas uang yang disimpan di bank di perkiraan (akun) cash atau cash in bank. Selanjutnya berdasarkan catatan bank, secara berkala bank biasanya mengirimkan laporan ke nasabah yang lazim disebut rekening koran (bank statement). Dengan demikian dapat dilakukan perbandingan antara data menurut perusahaan dengan informasi yang dilaporkan bank. Rekonsiliasi adalah tindakan membandingkan dua data untuk mencari kesesuaiannya. Jika rekening koran bank tersebut dibandingkan dengan catatan perusahaan, kemungkinan ada perbedaan yang dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Transaksi sudah dicatat oleh perusahaan, tetapi belum dilaporkan oleh bank, seperti:
• setoran dalam perjalanan (deposit in transit), yaitu setoran yang dilakukan oleh perusahaan (biasanya pada akhir suatu periode yang dicakup oleh rekening koran) dan uang setoran tersebut telah diterima oleh bank tetapi belum masuk dalam rekening koran bank karena rekening koran bank dibuat mendahului setoran tersebut.
• Cek yang masih beredar (outstanding check), yaitu cek yang sudah dibuat dan diserahkan oleh perusahaan kepada penerima tetapi sampai akhir periode cek tersebut belum diuangkan di bank. Akibatnya perusahaan telah mencatat pengeluaran tetapi bank belum.
2. Transaksi sudah dilaporkan di rekening koran bank, tetapi belum dicatat oleh perusahaan, seperti:
• Biaya bank, yang dibebankan kepada nasabah dengan cara langsung mengurangi saldo simpanan nasabah. Nasabah biasanya baru mengetahui hal itu pada saat menerima rekening koran.
• Penerimaan tagihan oleh bank, jika bank telah menerima uang dari pelanggan perusahaan , kadangkala bank memberi tahu hal tersebut bersamaan dengan rekening koran.

3. Kesalahan, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh bank, misalnya cek untuk membayar gaji sebesar Rp 192.000.000,00 oleh petugas akuntansi perusahaan dicatat sebesar Rp 129.000.000,00.

Berikut adalah ikhtisar tindakan dalam proses rekonsiliasi:
(a) Transaksi sudah dicatat oleh salah satu pihak tetapi belum dicatat oleh pihak lain:
No. Item Keterangan Perlakuan
1. Setoran dalam perjalanan Perusahaan sudah mencatat penambahan kas tetapi bank belum melaporkan dalam rekening koran Saldo bank ditambah
2. Cek yang sedang beredar Cek yang sedang beredar Saldo bank dikurangi
3. Biaya bank Bank telah mengurangi saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat Saldo kas menurut perusahaan dikurangi
4. Bunga/jasa giro Bank telah menambah saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat Saldo kas menurut perusahaan ditambah
5. Debitur perusahaan menyetor ke rekening perusahaan di bank Bank telah menambah saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat Saldo kas menurut perusahaan ditambah



(b) Adanya kesalahan oleh bank atau oleh perusahaan.

No. Item Keterangan Perlakuan
1. Penerimaan kas terlalu besar dicatat oleh perusahaan Saldo kas menurut perusahaan terlalu besar Saldo kas menurut perusahaan dikurangi
2. Penerimaan kas terlalu besar dicatat oleh bank Saldo kas menurut bank terlalu besar Saldo bank dikurangi
3. Pengeluaran kas terlalu besar dicatat oleh perusahaan Saldo kas menurut perusahaan terlalu kecil Saldo kas menurut perusahaan ditambah
4. Pengeluaran kas terlalu besar dicatat oleh bank Saldo kas menurut rekening koran terlalu kecil Saldo kas menurut RK ditambah
5. Debitur perusahaan menyetor ke rekening perusahaan di bank Bank telah menambah saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat Saldo kas menurut perusahaan ditambah


C. ILUSTRASI AKUNTANSI TRANSAKSI PERUSAHAAN DAN BANK

Berikut ini adalah daftar transaksi antara bank dan perusahaan selama bulan tertentu:

Perusahaan Bank
Salon Eliza didirikan dan Eliza setor uang ke Bank Rp 1.000 Menerima setoran dari Eliza Rp 1.000
Diterbitkan cek no. 1 untuk membayar beban sewa Rp 100 Membayar cek no. 1
Menerima pembayaran piutang Rp 500 dan langsung disetor ke bank Menerima setoran dari Salon Eliza Rp 500
Diterbitkan cek no. 2 untuk membayar honor
Menerima setoran dari Tn. A untuk Salon Eliza Rp 300
Akhir bulan bank memberi jasa giro Rp 50 dan membebani Salon Eliza Rp 25 dan dibuat rekening koran.
Salon Eliza menyetor ke bank Rp 1.500 Bank menerima setoran dari Salon Eliza Rp 1.500 (belum masuk RK)


Jurnal yang dibuat oleh perusahaan dan bank adalah sebagai berikut:

Perusahaan Bank
Kas di Bank 1.000
Modal Eliza 1.000 Kas 1.000
Giro-Salon Eliza 1.000
Beban Sewa 100
Kas di Bank 100 Giro-Salon Eliza 100
Kas 100
Kas di Bank 500
Piutang 500 Kas 500
Giro-Salon Eliza 500
Biaya Honor 100
Kas di Bank 100
Kas 300
Giro-Salon Eliza 300
Biaya bunga 50
Giro-Salon Eliza 50
Giro-Salon Eliza 25
Pendapatan adm 25
Kas di Bank 1.500
Pendapatan 1.500 Kas 1.500
Giro-Salon Eliza 1.500


Buku besar Kas di Bank yang disusun oleh Eliza adalah sebagai berikut:

Kas di Bank
Tgl ( 2007 ) Uraian Debet Kredit Saldo D/K
Des 1 Penyetoran 1.000 1.000 D
2 Cek No.1 100 900 D
10 Setoran 500 1.400 D
15 Cek No.2 100
1.300 D
31 Setoran 1.500 2.800 D



Buku besar Giro-Salon Eliza dan rekening koran untuk Salon Eliza yang disusun oleh bank adalah sebagai berikut:

Salon Eliza
Tgl ( 2007 ) Uraian Debet Kredit Saldo D/K
Des 1 Penyetoran 1.000 1.000 K
2 Cek No.1 100 900 K
10 Setoran 500 1400 K
15 Setoran Tn. A 300 1700 K
31 Jasa Giro 50 1750 K
Biaya Bank 25 1725 K


D. ILUSTRASI REKONSILIASI

Rekonsiliasi dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Transaksi yang dilaporkan di Rekening Koran sisi Kredit dibandingkan dengan transaksi yang dicatat di Buku Besar Kas di Bank sisi Debet. Maka akan didapat data sebagai berikut:
• setoran Tn. A Rp 300 dan jasa giro Rp 50 belum dicatat oleh perusahaan, sehingga harus ditambahkan ke saldo menurut perusahaan.
• Perusahaan sudah mencatat setoran Rp 1.500 tetapi di Rekening Koran belum ada, sehingga harus ditambahkan ke saldo bank sebagai setoran dalam perjalanan.
2. Transaksi di sisi Debit Rekening Koran dibandingkan dengan sisi Kredit akun ”Kas di Bank”, maka akan menghasilkan:
• Cek No. 2 sebesar Rp 200 belum tampak di Rekening Koran, sehingga cek tersebut harus dikurangkan ke saldo menurut Rekening Koran.
• Di Rekening Koran telah ada biaya bank Rp 25, sementara di akun ”Kas di Bank” belum ada, saldo menurut perusahaan harus dikurangi dengan biaya bank tersebut.


E. ILUSTRASI BENTUK REKONSILIASI

Hasil perbandingan di atas dituangkan sebagai berikut:



Salon Eliza
Rekonsiliasi Saldo Kas
Untuk Bulan Desember 2007

Saldo menurut Rekening Koran Rp1,725
Ditambah: Setoran dalam Perjalanan Rp1,500
Rp3,225
Dikurangi: Cek yang beredar Rp 100
Rp3,125

Saldo menurut Perusahaan Rp2,800
Ditambah: Setoran Tn. A Rp 300
Jasa Giro Rp 50
Rp3,150
Dikurangi: Biaya Bank Rp 25
Rp3,125


F. ILUSTRASI JURNAL UNTUK MENCATAT HASIL REKONSILIASI

Transaksi yang harus dijurnal adalah transaksi yang belum dicatat oleh perusahaan, yaitu:
Tanggal Uraian Debet Kredit
2007 Des 31 Kas di Bank
Piutang
Jasa Giro 350

300
50
Biaya Bank
Kas di Bank 25 25


G. DANA KAS KECIL

Dana Kas Kecil adalah kas yang disediakan untuk membayar pengeluaran kecil. Terdapat dua metode pencatatan atas dana kas kecil yaitu:
1. Metode Imprest Fund (Metode Saldo Tetap)

Jika metode ini yang digunakan, maka di dalam buku besar disediakan satu rekening untuk mempertanggungjawabkan dana kas kecil. Saldo rekening ini tetap jumlahnya. Oleh karena itu jika ada pengeluaran kas kecil pengeluaran ini tidak dibuat jurnal. Jurnal pengeluaran dilakukan pada saat pengisian kembali (replenishment) yang biasanya dilakukan dengan menerbitkan cek sesuai bukti-bukti pengeluaran dari petugas kas kecil.

Jika pada akhir tahun ada pengeluaran kas kecil yang belum diisi kembali, dengan sistem ini pengeluaran ini tentu belum dicatat, maka pada akhir tahun dibuat jurnal penyesuaian dengan men-debet biaya atau aset dan meng-kredit rekening ”Kas Kecil”. Selanjutnya pada awal tahun berikutnya jurnal penyesuaian ini dijurnal balik (direverse), agar pembukuan waktu pengisian kembali atas pengeluaran tersebut konsisten dengan pembukuan pada waktu yang lain. Akuntansi untuk dana kas kecil meliputi akuntansi saat pembentukan, pengisian kembali, dan ayat jurnal penyesuian jika pada akhir tahun ada pengeluaran yang belum diisi kembali.

1) Misalkan perusahaan membentuk dana kas kecil dan menyerahkan sebuah cek nominal Rp 500 kepada petugas akuntansi khusus yang menangani kas kecil. Jurnal yang dibuat adalah:

Tgl. Akun Debet Kredit
Jan 31 Kas Kecil 500
Kas 500

2) Petugas kas kecil mengeluarkan kas kecil untuk membeli supplies kantor Rp 200, membayar ongkos angkut barang yang dibeli Rp 150 serta biaya lain-lain Rp 75. petugas akan menerima bukti-bukti pengeluaran. Transaksi ini dicatat dalam catatan petugas tetapi tidak dalam bentuk jurnal.
3) Karena uang hampir habis maka petugas kas kecil menyerahkan bukti-bukti pengeluaran sebesar Rp 425 ke bagian keuangan, kemudian petugas menerima cek sebesar Rp 425. Tindakan ini disebut pengisian kembali (replenishment). Jurnal yang dibuat:

Tgl. Akun Debet Kredit
Des 30 Supplies Kantor Transportation-in Biaya Lain-lain
Kas 200
150
75



425

4) Pada akhir tahun petugas kas kecil mengeluarkan kas untuk biaya lain-lain sebesar Rp 50, namun belum diisi kembali, maka dibuat jurnal penyesuaian oleh bagian akuntansi sebagai berikut:
Tgl. Akun Debet Kredit
Des 31 Biaya Lain-lain
Kas Kecil 50 50

5) Pada awal tahun berikutnya dibuat jurnal balik sebagai berikut:

Tgl. Akun Debet Kredit
Des 31 Kas Kecil
Biaya Lain-lain 50
50

2. Metode Saldo Berfluktuasi

Jika metode ini yang digunakan, maka di dalam buku besar disediakan satu rekening untuk mempertanggungjawabkan dana kas kecil. Petugas kas kecil membuat catatan atas kas kecil. Untuk membuat jurnal dianalisis dengan seksama transaksi yang berkaitan dengan kas kecil. Pada hakikatnya hanya ada dua transaksi yaitu: (1) transaksi yang menambah Kas Kecil, dan (2) transaksi yang mengurangi Kas Kecil. Transaksi yang menambah kas kecil adalah transaksi pengisian kas kecil atau replenishment. Transaksi yang mengurangi kas kecil umumnya adalah untuk pembayaran biaya tertentu atau pembelian harta tertentu. Karena metode saldo berfluktuasi tidak dipakai oleh pemerintah, maka modul ini tidak memberikan ilustrasi rinci mengenai metode saldo berfluktuasi.


H. PENYAJIAN DI NERACA

Kas disajikan di neraca sebesar nilai nominal

aktiva tetap tak berwujud

AKTIVA TETAP TAK BERWUJUD
A. Pengertian Aktiva Tetap Tak Berwujud
Aktiva Tetap Tak Berwujud yang bahasa Inggrisnya Intangible Asset merupakan aktiva tetap yang secara fisik tidak dapat dilihat bentuknya, akan tetapi memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan.
B. Contoh Aktiva Tetap Tak Berwujud
Berikut adalah contoh-contoh Aktiva Tetap Tak Berwujud yang lumrah kita temui dalam dunia usaha :

a. Hak Sewa (Lease Hold)

Adalah hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris).
Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :

(-) Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya (dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.

(-) Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh perusahaan untuk periode waktu lebih dari satu tahun buku.

Melihat batasan (bisa dikatakan syarat) di atas, maka kita dapat memilah-milah atas kejadian sewa, apakah dibukukan sebagai aktiva tetap tak berwujud atau sebagai biaya sewa.


Contoh Kasus :

Tempat Usaha (Tanah dan Gedung) PT. Royal Bali Cemerlang diperoleh dengan cara menyewa selama 30 Tahun, dengan membayar sebesar Rp 750,000,000,-. Dalam perjalanan usahanya PT. Royal Bali Cemerlang juga menyewa sebuah mobil pick-up disewa Rp 150,000/hari.


Mengacu pada batasan aktiva tetap tak berwujud atas Hak Sewa yang telah disebutkan sebelumnya, maka transaksi sewa yang ada pada PT. Royal Bali Cemerlang hendaknya diperlakukan sebagai berikut :



Pencatatan :

Atas sewa tanah dan gedung di catat sebagai aktiva tak berwujud :

Pada saat pembayaran sewa dicatat :

[-Debit-]. Lease Hold = Rp 750,000,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 675,000,000.-
[-Credit-]. PPh Pasal 4(2) = Rp 75,000,000,-

Pada saat penyetoran PPh Pasal 4(2) :

[-Debit-]. PPh Pasal 4(2) = Rp 75,000,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 75,000,000,-
Penjelasan :

(-). Transaksi sewa ini diakui sebagai perolehan Aktiva Tetap Tak Berwujud (intangible asset) yaitu berupa Hak sewa (Lease Hold), karena sewa tersebut berjangka waktu 30 tahun, yang artinya atas cost sewa yang dikeluarkan sekarang, perusahaan akan memperoleh manfaat (menjadikannya sebagai tempat usaha) untuk masa waktu yang lebih dari satu tahun buku, untuk itu transaksi sewa ini eligable diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.

(-). Persewaan suatu aktiva, merupakan Taxable Object, yaitu PPh Pasal 4 (2), diakui sekarang atau nanti tetap akan mengakui. Jika tidak di akui sekarang toh nanti akan dikoreksi oleh pihak kantor pajak. Mengingat Conservatism principle, bukankah setiap potensi pengeluaran maupun kewajiban, hendaknya diakui sesegera mungkin ?. (Khusus Menganai PPh Pasal 4 (2) kita akan bahas di artikel lain :-) )


Atas sewa mesin & mobil dicatat sebagai biaya :

Pada saat pembayaran sewa dicatat :

[-Debit-]. Biaya Sewa = Rp 150,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 135,000,-
[-Credit-]. PPh Pasal 23 = Rp 15,000,-
Pada saat pembayaran PPh Pasal 23 :
[-Debit-]. PPh Pasal 23 = Rp 15,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 15,000,-

Catatan :

Sewa mobil yang biayar harian langsung diakui sebagai biaya, karena atas pengeluaran perusahaan sebesar Rp 150,000,- perusahaan hanya akan memperoleh manfaat selama satu hari (kurang dari 1 tahun buku).

Sewa jenis ini adalah obyek PPh Pasal 23, dimana perusahaan bertindak selaku pemotong. (Lebih detail mengenai PPh Pasal 23 akan kita bahas pada artikel lain :-) ).

b. Organization Cost.

Adalah pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang terjadi sehubungan dengan set-up perusahaan sebelum beroperasi, contohnya : pembayaran kepada notaris. Pengeluaran ini diakui sebagai perolehan aktiva tak berwujud, karena atas pengeluaran tersebut perusahaan akan memperoleh manfaat yang lebih dari satu tahun buku juga, yaitu selama perusahaan masih beroperasi.

c. Perijinan (Permit & Licences)

Periijinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, yang artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.

d. Hak Patent

Hak Patent adalah hak yang diperoleh atas suatu penemuan tertentu. Dimana atas penemuan tersebut, penemu akan memperoleh manfaat tertentu untuk kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Penemuan tersebut bisa berupa suatu produk, atau rekayasa, atau formula, atau system, atau cara tertentu.

e. Merk Dagang (Trade Mark)

Merk Dagang (Trade Mark) yang biasa disingkat TM, adalah hak yang diperoleh atas suatu merk komersial tertentu. Hak ini bisa berupa logo, tulisan, bentuk, symbol, atau kombinasinya, yang mewakili suatu organisasi/perusahaan tertentu.

f. Hak Penggandaan (Copyright)

Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi, novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.

g. Franchise

Adalah hak yang diperoleh untuk melakukan suatu usaha tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti pola usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang aslinya dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.

h. Goodwill

Adalah kelebihana-kelebihan, keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan, yang oleh karenanya menjadi dinilai lebih oleh pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa karena perusahaan memiliki reputasi manajemen yang sangat bagus, menghasilkan suatu produk unggul yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain.

Catatan penting : Goodwill hanya diakui (dibuatkan perkiraan) jika terjadi suatu transaksi, yang mana dalam transaksi tersebut perusahaan dinilai lebih oleh pihak lain. Transaksi yang dimaksudkan bisa berupa : penjualan perusaahaan, bergabung/berhentinya sekutu (anggota persero) baru, merger atau akuisisi.


Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap Tak Berwujud

Pada dasarnya permasalahan akuntansi atas aktiva tetap tak berwujud (intangible asset) sama saja dengan aktiva tetap berwujud, yaitu :

1. Perolehan (Acquisition Cost)

Sama halnya dengan Tangible Asset, Perolehan atas Intangible Asset juga dicatat sebesar nilai faktur ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang menyertainya.
2. Pengeluaran-Pengeluaran setelah perolehan (Expenditures)

Jika terjadi pengeluaran-pengeluaran setelah perolehan, maka konsep kapitalisasi maupun pembebanannya sama saja dengan tangible asset (aktiva tetap berwujud).
3. Amortisasi (Amortization)

Amortisasi adalah pengalokasian harga perolehan ke beban usaha (biaya), yang pada aktiva tetap dikenal dengan depresiasi (penyusutan). Penghitungan maupun pencatatan atas amortisasi sama saja dengan cara penghitungan maupun pencatatan atas penyusutan aktiva tetap berwujud.

Hal penting yang perlu diketahui :

(-). Amortisasi kebanyakan merupakan biaya usaha dan jarang digolongkan ke dalam harga pokok produksi, kecuali merk dagang yang memang digolongkan ke dalam kelompok harga pokok penjualan.

(-). Amortisasi lebih baik jika dihitung menggunakan metode garis lurus saja, karena pada dasarnya intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada hubungannya dengan output produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

4. Pelaporan (disclosure)

Intangible asset dilaporkan hanya nilai bersihnya (net value) setelah dikurangi akumulasi amortisasinya. Akumulasi amortisasi tidak pernah dimnculkan di dalam neraca.
Khusus mengenai Perlakuan Goodwill, lebih jauh dan lebih detail lagi dapat di baca di artikel lain: PERLAKUAN GOODWILL , disana dilengkapi dengan jurnal dan contoh kasusnya.

aktiva berwujud

Aktiva Tetap Berwujud dan Penyusutan
A. Pengertian aktiva tetap berwujud

Aktiva tetap berwujud adalah aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanaen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Isitlah relatif permanen menunjukkan sifat di mana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Aktiva tetap berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam – macam bentuk seperti tanah, bangunan, mesin – mesin, alat – alat, kendaraan, mebel dan lain – lain. Dari macam – macam aktiva tetap berwujud di atas untuk tujuan akutansi dilakukan pengelompokan sebagai berikut :
B. Penggolongan Aktiva Tetap Berwujud

Aktiva tetap berwujud dibedakan menjadi 3 golongan:
1. Aktiva tetap yang umur atau masa kegunaannya tidak terbatas.
Terhadap golongan ini tidak dilakukan penyusutan atas harga perolehannya, karena manfaatnya tidak akan berkurang di dalam menjalankan fungsinya selama jangka waktu yang tidak terbatas. Contoh : tanah untuk bangunan, pabrik dan kantor; tanah untuk pertanian
2. Aktiva tetap yang umur atau masa kegunaannya terbatas dan dapat diganti dengan aktiva sejenis apabila masa kegunaannya telah berakhir. Karena manfaat yang diberikan di dalam menjalankan fungsinya semakin berkurang atau terbatas jangka waktunya, maka terhadap harga perolehan aktiva ini harus disusut selama masa kegunaannya. Contoh : bangunan, mesin dan alat-alat pabrik; mebel dan alat-alat kantor; kendaraan dan alat-alat transport.
3. Aktiva tetap yang umur atau kegunaannya terbatas dan tidak dapat diganti dengan
aktiva sejenis apabila masa kegunaannya telah habis.
Contoh : sumber alam: tambang, hutan.

Akuntansi atas aktiva tetap secara umum dibagi atas tiga, yaitu:
1. Akuntansi saat perolehan (accounting for acquisition of plant assets)
2. Akuntansi saat penggunaan (accounting for usage of plant assets)
3. Akuntansi saat pelepasan (accounting for disposal of plant assets).
C. Harga Perolehan Aktiva Tetap Berwujud
Untuk menentukan besarnya harga perolehan suatu aktiva, berlaku prinsip yang menyatakan bahwa semua pengeluaran yang terjadi sejak pembelian sampai aktiva itu siap dipakai harus dikapitalisasi. Karena jenis aktiva itu macam – macam maka masing – masing jenis mempunyai masalah – masalah khusus yang akan dibicarakan berikut ini :
1. Tanah
Tanah yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat berdirinya perusahaan dicatat dalam rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan maka dicatat dalam rekening investasi jangka jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti :
a. Harga beli
b. Komisi pembelian
c. Bea balik nama
d. Biaya penelitian tanah
e. Iuran – iuran (pajak – pajak) selama tanah belum dipakai
f. Biaya merobohkan bangunan lama
g. Biaya perataan tanah pembersihan dan pembagian
h. Pajak – Pajak yang jadi beban pembelian pada waktu pembelian tanah
2. Bangunan
Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah :
a. Harga beli
b. Biaya Perbaikan sebelum gedung itu dipakai
c. Komisi pembelian
d. Bea balik nama
e. Pajak – Pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian
3. Mesin dan alat – alat
Yang merupakan harga perolehan meisn dan alat – alat adalah
a. Harga beli
b. Pajak – pajak yang menjadi beban pembeli
c. Biaya angkut
d. Asuransi selama dalam perjalanan
e. Biaya pemasangan
f. Biaya – biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin
4. Alat – Alat Kerja
5. Pattern dan dies atau Cetakan – Cetakan
6. Perabotan dan Alat – Alat Kantor
Pembelian atau pembuatan alat – alat harus dipisahkan – pisahkan untuk fungsi – fungsi produksi, penjulaan dan administrasi, sehingga depresiasinya dapat dibebankan pada maisng – masing fungsi tersebut.
7. Kendaraan
Seperti halnya perabot, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap fungsi yang berbeda
D. Cara – Cara Perolehan Aktiva Tetap
1. Pembelian Tunai
Misal: Membeli mobil seharga Rp 40.000.000,00
Jurnal:
Kendaraan Rp 40.000.000,00
Kas Rp 40.000..000,00
2. Pembelian angsuran
Kendaraan Rp 40.000.000,00
Hutang Rp 40.000..000,00
3. Ditukar dengan Surat – surat Berharga
Contoh:
“ PT. Reksa menukarkan sebuah mesin dengan 2000 lembar saham biasa nominal Rp. 8000,00. Pada saat pertukaran, harga pasar saham sebesar Rp. 9000,00. Bagaimana pencatatannya?
Jawab:
Mesin Rp. 18.000.000,00
Modal saham biasa Rp. 16.000.000,00
Agio saham Rp. 2.000.000,00
Berikut pencatatan bila harga pasar saham tidak diketahui:
Mesin Rp. 16.000.000,00
Modal saham biasa Rp. 16.000.000,00
4. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain
a. Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis
Contoh:
Pada April 2010 PT Semesta menukar mesin produksi dengar truk baru. HP mesin produksi Rp. 10.000.000,00. Akumulsi depresiasi sampai tanggal pertukaran sebesar Rp. 6.000.000,00 sehingga nilai bukunya sebesar Rp. 4.000.000,00. Harga pasar mesin tersebut Rp. 5.000.000,00 dan PT Semesta harus membayar uang Rp. 8.000.000,00. Buatlah jurnalnya?
Jawab:
HP truk:
Uang tunai : Rp 8.000.000,00
Harga pasar mesin : Rp 5.000.000,00
Rp 13.000.000,00


Harga pasar mesin : Rp 5.000.000,00
Mesin Harga perolehan mesin : Rp 10.000.000,00
Akumulasi depresiasi mesin : Rp 6.000.000,00
Nilai buku : Rp 4.000.000,00
Laba Rp 1.000.000,00

Jurnal:
Truk : Rp 13.000.000,00
Akumulasi depresiasi mesin : Rp 6.000.000,00
Kas : Rp 8.000.000,00
Laba : Rp 1.000.000,00
Mesin : Rp 10.000.000,00


5. Pertukaran aktiva tetap yang sejenis
Yang dimaksud dengan pertukaran aktiva tetap yang sejenis adalah adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya sama seperti pertukaran merek A dengan merek B, dan seterusnya.


6. Diperoleh dari Hadiah atau Donasi
7. Aktiva yang Dibuat sendiri




E. Biaya – Biaya Selama Masa Penggunaan Aktiva
1. Reparasi dan Pemeliharaan
Biaya reparasi dapat merupakan biaya yang jumlahnya kecil jika reparasinya bisa dan jumlahnya cukup besar jika reparasinya besar. Reparasi besar biasanya terjadi selah beberapa than, sehingga dapat dikatakan bahwa manfaat reparasi seperti ini akan dirasakan dalam beberapa periode. Oleh karena itu biaya reparasi besar dikapitalisasi dan pembebanannya sebagai biaya dilakukan dalam periode – periode yang menerima manfaat
2. Penggantian
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengganti aktiva atau suatu bagian aktiva dengan unit yang baru yang tipenya sama.
F. Pemberhentian Aktiva

Aktiva tetap bisa dihentikan pemakaiannya dengan cara dijual, ditukarkan, maupun karena rusak. Pada waktu aktiva tetap dihentikan dari pemakian maka semua rekening yang berhubungan dengan aktiva tersebut dihapuskan.
Asuransi Kebakaran
Perusaahan biasanya mengasuransikan harta benda terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena kebakaran. Perjanjian asuransi ini dinyatakan dalam polis. Perusahan asuransi akan mengganti kerugian dalam hal adanya kebakaran, maksimum sebesar jumlah pertanggungan yang dinyatakan dalam polis
Asuransi Bersama
Syarat asuransi bersama adalah syarat menyatakan bahwa apabila harta benda diasuransikan (dipertanggung jawabkan) dengan jumlah yanglebih rendah dari pada suatu persentase tertentu dari pasar benda tersebut pada saat terjadinya kebakaran, maka perusahan yang mempertanggungkan akan memikul kerugian karena kebakaran sebanding dengan selisih jumlah pertanggungan dengan persentase tertentu dari harga pasar harta tersebut Jumlah kerugian yang akan diganti oleh perusahaan asuransi adalah yang paling rendah dari jumlah berikut : jumlah yang dibebankan kepada perusahaan asuransi yang dihitung dengan cara asuransi bersama jumlah pertanggungan dalam polis jumlah kerugian yang sebenarnya.
Polis Gabungan
Apabila perusahaan mengasuransikan beberapa aktiva dalam satu polis, maka polis itu akan menunjukkan syarat alokasi yang dasarnya adalah harga pasar aktiva – aktiva tersebut pada saat terjadinya kebakaran
Pencatatan Asuransi Kebakaran
Apabila terjadi kebakaran atas harta yang diasuransikan maka langkah – langkah yang dilakukan untuk mengadakan pencatatan akuntansinya adalah sebagai berikut :
• Menyusun kembali catatan – catatan yang terbakar
• Menyesuaikan buku – buku agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat kejadiannya kebakaran
• Menentukan nilai buku aktiva yang terbakar
• Membebankan nilai buku aktiva yang terbakar dan biaya – biaya yant timbul pada saat kebakaran, ke rekening kerugian kebakaran
• Menetukan jumlah yang diterima dari perusahaan asuransi
• Rekening kerugian kebakaran dikredit dengan jumlah ini dan jumlah yang diterima dari penjualan aktiva yang terbakar
• Menutup saldo rekening kerugian ke rekening laba rugi. Saldo ini menunjukkan rugi atau laba dari kebakaran


G. KONSEP DEPRESIASI AKTIVA TETAP

Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya
selama manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematis. Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan bukan proses penilaian aktiva. Latar belakang dilakukannya depresiasi adalah : Kemampuan suatu aktiva untuk menghasilkan pendapatan dan jasa semakin menurun, baik secara fisik dan fungsinya. Pengakuan atas depresiasi aktiva tetap tidak berakibat adanya pengumpulan kas untuk mengganti aktiva lama dengan aktiva yang baru. Saldo rekening Akumulasi Depresiasi menggambarkan jumlah depresiasi yang telah
dibebankan sebagai biaya, bukan menggambarkan dana yang telah dihimpun.

H. METODE DEPRESIASI

Depresiasi periodik didasarkan pada tiga faktor berikut :
1. Harga perolehan
2. Nilai residu
3. Masa manfaat

1. Berdasarkan waktu
a. Metode garis lurus (straight line method).
Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam jumlah yang sama, sepanjang masa manfaat aktiva tetap. Depresiasi tiap tahun dihitung dengan rumus:
Depresiasi = HP-NS
n

Dimana : HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran umur kegunaan

Contoh perhitungan metode garis lurus:

LATIFAH telah menbeli sebuah mesin cetak digital seharga Rp. 30.000.000,00. Mesin tersebut di atas diperkirakan akan berumur 5 tahunb dengan nilai residu sebesar Rp. 5.000.000,00.

Untuk menghitung besarnya berapa beban penyusutan pertahun adalah sebagai berikut:
DP= 30.000.000,00-5.000.000,00 = Rp 5.000.000
5
Tahun Debit Depresiasi Kredit depresiasi Total akumulasi depresiasi Nilai buku
30.000.000
1 5.000.000 5.000.000 5.000.000 25.000.000
2 5.000.000 5.000.000 10.000.000 20.000.000
3 5.000.000 5.000.000 15.000.000 15.000.000
4 5.000.000 5.000.000 20.000.000 10.000.000
5 5.000.000 5.000.000 25.000.000 5.000.000

b. Metode Saldo Menurun (double declining balance)
Pada metode ini biaya depresiasi dari tahun ke tahun semakin menurun, hal ini terjadi karena perhitungan biaya depresiasi periodik didasarkan pada nilai buku (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi) aktiva yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

Tarif depresiasi yang sering digunakan adalah tarif metode garis lurus yang dikalikan dua, sehingga metode ini sering disebut sebagai metode saldo menurun ganda (double declining balance method) Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Nilai Buku pada Awal Tahun x Tarif Depresiasi = Biaya Depresiasi

Oleh karena metode saldo menurun ganda menghasilkan biaya depresiasi yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal, maka metode ini sering disebut sebagai metode depresiasi dipercepat.
Contoh perhitungan metode saldo menurun:
Kita gunakan soal yang sama dengan contoh soal pada metode garis lurus yaitu PT. LATIFAH.
Tarif depresiasi = 100% : 5 tahun x 2 = 40 % /tahun
Tahun Harga Perolehan Tarif deprssi Beban depss Akumulasi deprss Nilai buku
1 30.000.000 40% 12.000.000 12.000.000 18.000.000
2 18.000.000 40% 7.200.000 19.200.000 10.800.000
3 10.800.000 40% 4.320.000 23.250.000 6.480.000
4 6.480.000 40% 2.592.000 25.842.000 3.888.000
5 3.888.000 40% 1.555.200 27.397.200 2.332.800

2. Berdasarkan penggunaan
a. Metode jam jasa (service hours method).
Digunakan untuk mengalokasikan beban penyusutan berdasar proporsi penggunaan aktiva yang sebenarnya. Depresiasi dalam metode ini dapat dihitung sebagai berikut:
Depresiasi /jam = HP-NS
n
Dimana: n = taksiran jam jasa


b. Metode jumlah unit produksi (productive output method).
Metode ini menunjukkan umur kegunaan aktiva tetap ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Depresias per unit produk dapat dihitung sebagai berikut:

Depresiasi/unit = HP-NS
n
Dimana : n = taksiran hasil produksi

Contoh perhitungan metode satuan hasil atau produksi:
Kita gunakan soal yang sama dengan contoh soal PT. LATIFAH.
- Kapasitas produksi total cetak mesin 1000.000 unit
- Produksi aktual Tahun 1 sebesar 250.000 unit
- Produksi aktual tahun 2 sebesar 230.000 unit
- Produksi aktual tahun 3 sebesar 210.000 unit
- Produksi aktual tahun 4 sebesar 170.000 unit
- Produksi aktual tahun 5 sebesar 140.000 unit
Depresiasi/unit = HP-NS
n
= Rp.30.000.000 - 5.000.000 unit
1.000.000
= Rp. 25
Tahun Jmlh produksi Beban Depresiasi Akumulasi Depresiasi Nilai Buku
30.000.000
1 250.000 6.250.000 6.250.000 23.750.000
2 230.000 5.750.000 12.000.000 18.000.000
3 210.000 5.250.000 17.250.000 12.750.000
4 170.000 4.250.000 21.500.000 8.500.000
5 140.000 3.500.000 25.000.000 5.000.000